Minggu, 08 Desember 2013

Cara Melembutkan Hati yang Keras

Kesulitan dan cobaan kehidupan, mungkin membawa tekanan tersendiri pada hati. Kerasnya teguran, kadang justru membuat kita enggan melihat kebaikan dibalik nasihat. Hal ini mungkin disebabkan oleh hati yang mengeras.

Hadis riwayat Aisyah ra. isteri Nabi saw.:

Rasulullah saw. bersabda:

“Wahai Aisyah! Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut yang menyukai kelembutan. Allah akan memberikan kepada orang yang bersikap lembut sesuatu yang tidak diberikan kepada orang yang bersikap keras dan kepada yang lainnya”.

Kita tidak lalai akan doa yang satu ini :

“Ya Zat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah diriku dalam Agama-Mu dan dalam Ketaatan kepada-Mu”.

Begitulah, menjaga hati untuk sentiasa istiqomah berada di jalan Allah, senantiasa bersih dari segala kotoran dan lembut dari segala kekerasan (hati), tidaklah mudah. Kesibukan dan rutin kita yang memerah tenaga dan fikiran, serta interaksi yang terus menerus dengan masalah duniawi, jika tidak diimbangi dengan “makanan-makanan” hati, terkadang membuat hati menjadi keras, kering, lalu mati. Padahal sebagai seorang mukmin, dalam melihat pelbagai persoalan kehidupan, haruslah dengan mata hati yang jernih.

Untuk itu, beberapa nasihat berikut patut kita renungi bersama dalam usaha kita untuk melembutkan hati. Kita hendaklah senantiasa:

1. Takut akan datangnya maut secara tiba-tiba sebelum kita sempat bertaubat.

2. Takut tidak menunaikan hak-hak Allah secara sempurna. Sesungguhnya hak-hak Allah itu pasti diminta pertanggungjawabannya.

3. Takut tergelincir dari jalan yang lurus, dan berjalan di atas jalan kemaksiatan dan jalan syaitan.

4. Takut memandang remeh atas banyaknya nikmat Allah pada diri kita.

5. Takut akan balasan siksa yang segera di dunia, kerana maksiat yang kita lakukan.

6. Takut mengakhiri hidup dengan su’ul khatimah.

7. Takut menghadapi sakaratul maut dan sakitnya sakaratul maut.

8. Takut menghadapi pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir di dalam kubur.

9. Takut akan azab di alam kubur.

10. Takut menghadapi pertanyaan hari kiamat atas dosa besar dan dosa kecil yang kita lakukan.

11. Takut melalui titian yang tajam. Sesungguhnya titian itu lebih halus daripada rambut dan lebih tajam dari pedang.

12. Takut dijauhkan dari memandang wajah Allah.

13. Perlu mengetahui tentang dosa dan aib kita.

14. Takut terhadap nikmat Allah yang kita rasa siang dan malam sedang kita tidak bersyukur.

15. Takut tidak diterima amalan-amalan kita.

16. Takut bahwa Allah tidak akan menolong dan membiarkan kita sendiri.

17. Kekhawatiran kita menjadi orang yang tersingkap aibnya pada hari kematian dan pada hari timbangan ditegakkan.

18. Hendaknya kita mengembalikan urusan diri kita, anak-anak, keluarga dan harta kepada Allah SWT. Dan jangan kita bersandar dalam memperbaiki urusan ini kecuali pada Allah.

19. Sembunyikanlah amal-amal kita dari riya’ ke dalam hati, kerana terkadang riya’ itu memasuki hati kita, sedang kita tidak merasakannya. Hasan Al Basri rahimahullah pernah berkata kepada dirinya sendiri. “Berbicaralah engkau wahai diri. Dengan ucapan orang soleh, yang qanaah lagi ahli ibadah. Dan engkau melaksanakan amal orang fasik dan riya’. Demi Allah, ini bukan sifat orang mukhlis”.

20. Jika kita ingin sampai pada derajat ikhlas, maka hendaknya akhlak kita seperti akhlak seorang bayi yang tidak peduli orang yang memujinya atau membencinya.

21. Hendaknya kita memiliki sifat cemburu ketika larangan-larangan Allah diremehkan.

22. Ketahuilah bahwa amal soleh dengan keistiqomahan jauh lebih disukai Allah daripada amal soleh yang banyak tetapi tidak istiqomah dengan tetap melakukan dosa.

23. Ingatlah setiap kali kita sakit bahawa kita telah istirahat dari dunia dan akan menuju akhirat dan akan menemui Allah dengan amalan yang buruk.

24. Hendaknya ketakutan pada Allah menjadi jalan kita menuju Allah selama kita sehat.

25. Setiap kali kita mendengar kematian seseorang maka perbanyaklah mengambil pelajaran dan nasihat. Dan jika kita menyaksikan jenazah maka bayangkanlah jika kita yang sedang diusung.

26. Hati-hatilah menjadi orang yang mengatakan bahwa Allah menjamin rezeki kita sedang hatinya tidak tenteram kecuali sesuatu yang ia kumpul-kumpulkan. Dan menyatakan sesungguhnya akhirat itu lebih baik dari dunia, sedang kita tetap mengumpul-ngumpulkan harta dan tidak menginfakkannya sedikit pun, dan mengatakan bahwa kita pasti mati padahal tidak pernah ingat akan mati.

27. Lihatlah dunia dengan pandangan iktibar (pelajaran) bukan dengan pandangan mahabbah (kecintaan) kepadanya dan sibuk dengan perhiasannya.

28. Ingatlah bahwa kita sangat tidak kuat menghadapi cobaan dunia. Lantas apakah kita sanggup menghadapi panasnya jahannam?

29. Di antara akhlak wanita mukminah adalah menasihati sesama mukminah.

30. Jika kita melihat orang yang lebih besar dari kita, maka muliakanlah dia dan katakan kepadanya, “Anda telah mendahului saya di dalam Islam dan amal soleh maka dia jauh lebih baik di sisi Allah. Anda keluar ke dunia setelah saya, maka dia lebih baik sedikit dosanya dari saya dan dia lebih baik dari saya di sisi Allah.”

“Allah Maha Lembut kepada hamba-hambaNya, Dia memberi rezeki kepada sesiapa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” As-Syura:19

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah kurnia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” Al-Maidah:54

Demikian artikel ini dinukil dari sebuah blog. Semoga bermanfaat dan mendatangkan hati yang lembut, dan senantiasa  mengingat ALlah azza wa jalla.

Sumber :

http://hafizamri.com/cara-melembuatkan-hati/

Sabtu, 07 Desember 2013

Masuk Surga dan Neraka Karena Seekor Lalat

Imam Thariq bin Syihab pernah berkata dalam majelis pengajiannya, “Ada orang yang masuk surga karena seekor lalat, dan ada pula yang masuk neraka karena seekor lalat.”
    Tak ayal, kaum Muslimin yang hadir dalam pengajian itu terperanjat mendengar perkataan Imam Thariq bin Syihab. Mereka penasaran.
     “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” tanya mereka serempak.
    Lalu Imam Thariq bin Syihab menuturkan sebuah kisah indah, “Ada dua orang yang melakukan pengembaraan. Suatu hari, mereka memasuki daerah yang didiami oleh sebuah kaum yang menyembah berhala. Kaum itu memiliki berhala yang disembah dan dikeramatkan. Orang yang melewati daerah merek, harus memberikan korban sebagai sesembahan untuk berhala itu. Jika tidak mau memberikan korban, maka mereka tak akan dibiarkan keluar dari daerah itu dalam keadaan hidup.
    Dua orang itu pun mengalami hal yang sama. Mereka harus memberikan sesembahan pada berhala. Lelaki pertama sangat takut pada kematian. Karena dia tidak memiliki apa-apa, akhirnya dia menangkap seekor lalat dan memberikannya kepada berhala itu sebagai sesembahan.
Sedangkan lelaki yang kedua, tetap teguh memegang akidahnya. Dia tidak mau berkorban untuk berhala itu, meskipun dengan seekor lalat. Dia memilih untuk taat pada ajaran agamanya; berkorban hanya boleh dilakukan jika sesuai dengan syari’at, yaitu kurban Idul Adha yang dilakukan dengan ikhlas karena Allah. Sedangkan memberikan sesembahan pada berhala, – meskipun hanya dengan seekor lalat – adalah perbuatan menyekutukan Allah. Itu adalah dosa paling besar. Akhirnya dia dibunuh. Dia mati syahid mempertahankan akidahnya dan masuk surga.
Adapun lelaki yang satunya, akhirnya meneruskan perjalanan. Namun naas baru berjalan beberapa puluh langkah, di tengah padang pasir dia digigit ular berbisa dan akhirnya mati. Namun, dia mati dalam keadaan musyrik (menyekutukan Allah). Dia masuk neraka karena menyekutukan Allah, dengan mempersembahkan seekor lalat pada berhala.”

Sumber: Ketika Cinta Berbuah Surga - Habiburrahman El-Shirazy
Hak Cipta : Allah ta'ala

Sumber kutipan:
http://al-waraq.blogspot.com/2013/05/masuk-surga-dan-masuk-neraka-karena.html?m=1