Minggu, 08 Desember 2013

Cara Melembutkan Hati yang Keras

Kesulitan dan cobaan kehidupan, mungkin membawa tekanan tersendiri pada hati. Kerasnya teguran, kadang justru membuat kita enggan melihat kebaikan dibalik nasihat. Hal ini mungkin disebabkan oleh hati yang mengeras.

Hadis riwayat Aisyah ra. isteri Nabi saw.:

Rasulullah saw. bersabda:

“Wahai Aisyah! Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut yang menyukai kelembutan. Allah akan memberikan kepada orang yang bersikap lembut sesuatu yang tidak diberikan kepada orang yang bersikap keras dan kepada yang lainnya”.

Kita tidak lalai akan doa yang satu ini :

“Ya Zat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah diriku dalam Agama-Mu dan dalam Ketaatan kepada-Mu”.

Begitulah, menjaga hati untuk sentiasa istiqomah berada di jalan Allah, senantiasa bersih dari segala kotoran dan lembut dari segala kekerasan (hati), tidaklah mudah. Kesibukan dan rutin kita yang memerah tenaga dan fikiran, serta interaksi yang terus menerus dengan masalah duniawi, jika tidak diimbangi dengan “makanan-makanan” hati, terkadang membuat hati menjadi keras, kering, lalu mati. Padahal sebagai seorang mukmin, dalam melihat pelbagai persoalan kehidupan, haruslah dengan mata hati yang jernih.

Untuk itu, beberapa nasihat berikut patut kita renungi bersama dalam usaha kita untuk melembutkan hati. Kita hendaklah senantiasa:

1. Takut akan datangnya maut secara tiba-tiba sebelum kita sempat bertaubat.

2. Takut tidak menunaikan hak-hak Allah secara sempurna. Sesungguhnya hak-hak Allah itu pasti diminta pertanggungjawabannya.

3. Takut tergelincir dari jalan yang lurus, dan berjalan di atas jalan kemaksiatan dan jalan syaitan.

4. Takut memandang remeh atas banyaknya nikmat Allah pada diri kita.

5. Takut akan balasan siksa yang segera di dunia, kerana maksiat yang kita lakukan.

6. Takut mengakhiri hidup dengan su’ul khatimah.

7. Takut menghadapi sakaratul maut dan sakitnya sakaratul maut.

8. Takut menghadapi pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir di dalam kubur.

9. Takut akan azab di alam kubur.

10. Takut menghadapi pertanyaan hari kiamat atas dosa besar dan dosa kecil yang kita lakukan.

11. Takut melalui titian yang tajam. Sesungguhnya titian itu lebih halus daripada rambut dan lebih tajam dari pedang.

12. Takut dijauhkan dari memandang wajah Allah.

13. Perlu mengetahui tentang dosa dan aib kita.

14. Takut terhadap nikmat Allah yang kita rasa siang dan malam sedang kita tidak bersyukur.

15. Takut tidak diterima amalan-amalan kita.

16. Takut bahwa Allah tidak akan menolong dan membiarkan kita sendiri.

17. Kekhawatiran kita menjadi orang yang tersingkap aibnya pada hari kematian dan pada hari timbangan ditegakkan.

18. Hendaknya kita mengembalikan urusan diri kita, anak-anak, keluarga dan harta kepada Allah SWT. Dan jangan kita bersandar dalam memperbaiki urusan ini kecuali pada Allah.

19. Sembunyikanlah amal-amal kita dari riya’ ke dalam hati, kerana terkadang riya’ itu memasuki hati kita, sedang kita tidak merasakannya. Hasan Al Basri rahimahullah pernah berkata kepada dirinya sendiri. “Berbicaralah engkau wahai diri. Dengan ucapan orang soleh, yang qanaah lagi ahli ibadah. Dan engkau melaksanakan amal orang fasik dan riya’. Demi Allah, ini bukan sifat orang mukhlis”.

20. Jika kita ingin sampai pada derajat ikhlas, maka hendaknya akhlak kita seperti akhlak seorang bayi yang tidak peduli orang yang memujinya atau membencinya.

21. Hendaknya kita memiliki sifat cemburu ketika larangan-larangan Allah diremehkan.

22. Ketahuilah bahwa amal soleh dengan keistiqomahan jauh lebih disukai Allah daripada amal soleh yang banyak tetapi tidak istiqomah dengan tetap melakukan dosa.

23. Ingatlah setiap kali kita sakit bahawa kita telah istirahat dari dunia dan akan menuju akhirat dan akan menemui Allah dengan amalan yang buruk.

24. Hendaknya ketakutan pada Allah menjadi jalan kita menuju Allah selama kita sehat.

25. Setiap kali kita mendengar kematian seseorang maka perbanyaklah mengambil pelajaran dan nasihat. Dan jika kita menyaksikan jenazah maka bayangkanlah jika kita yang sedang diusung.

26. Hati-hatilah menjadi orang yang mengatakan bahwa Allah menjamin rezeki kita sedang hatinya tidak tenteram kecuali sesuatu yang ia kumpul-kumpulkan. Dan menyatakan sesungguhnya akhirat itu lebih baik dari dunia, sedang kita tetap mengumpul-ngumpulkan harta dan tidak menginfakkannya sedikit pun, dan mengatakan bahwa kita pasti mati padahal tidak pernah ingat akan mati.

27. Lihatlah dunia dengan pandangan iktibar (pelajaran) bukan dengan pandangan mahabbah (kecintaan) kepadanya dan sibuk dengan perhiasannya.

28. Ingatlah bahwa kita sangat tidak kuat menghadapi cobaan dunia. Lantas apakah kita sanggup menghadapi panasnya jahannam?

29. Di antara akhlak wanita mukminah adalah menasihati sesama mukminah.

30. Jika kita melihat orang yang lebih besar dari kita, maka muliakanlah dia dan katakan kepadanya, “Anda telah mendahului saya di dalam Islam dan amal soleh maka dia jauh lebih baik di sisi Allah. Anda keluar ke dunia setelah saya, maka dia lebih baik sedikit dosanya dari saya dan dia lebih baik dari saya di sisi Allah.”

“Allah Maha Lembut kepada hamba-hambaNya, Dia memberi rezeki kepada sesiapa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” As-Syura:19

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah kurnia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” Al-Maidah:54

Demikian artikel ini dinukil dari sebuah blog. Semoga bermanfaat dan mendatangkan hati yang lembut, dan senantiasa  mengingat ALlah azza wa jalla.

Sumber :

http://hafizamri.com/cara-melembuatkan-hati/

Sabtu, 07 Desember 2013

Masuk Surga dan Neraka Karena Seekor Lalat

Imam Thariq bin Syihab pernah berkata dalam majelis pengajiannya, “Ada orang yang masuk surga karena seekor lalat, dan ada pula yang masuk neraka karena seekor lalat.”
    Tak ayal, kaum Muslimin yang hadir dalam pengajian itu terperanjat mendengar perkataan Imam Thariq bin Syihab. Mereka penasaran.
     “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” tanya mereka serempak.
    Lalu Imam Thariq bin Syihab menuturkan sebuah kisah indah, “Ada dua orang yang melakukan pengembaraan. Suatu hari, mereka memasuki daerah yang didiami oleh sebuah kaum yang menyembah berhala. Kaum itu memiliki berhala yang disembah dan dikeramatkan. Orang yang melewati daerah merek, harus memberikan korban sebagai sesembahan untuk berhala itu. Jika tidak mau memberikan korban, maka mereka tak akan dibiarkan keluar dari daerah itu dalam keadaan hidup.
    Dua orang itu pun mengalami hal yang sama. Mereka harus memberikan sesembahan pada berhala. Lelaki pertama sangat takut pada kematian. Karena dia tidak memiliki apa-apa, akhirnya dia menangkap seekor lalat dan memberikannya kepada berhala itu sebagai sesembahan.
Sedangkan lelaki yang kedua, tetap teguh memegang akidahnya. Dia tidak mau berkorban untuk berhala itu, meskipun dengan seekor lalat. Dia memilih untuk taat pada ajaran agamanya; berkorban hanya boleh dilakukan jika sesuai dengan syari’at, yaitu kurban Idul Adha yang dilakukan dengan ikhlas karena Allah. Sedangkan memberikan sesembahan pada berhala, – meskipun hanya dengan seekor lalat – adalah perbuatan menyekutukan Allah. Itu adalah dosa paling besar. Akhirnya dia dibunuh. Dia mati syahid mempertahankan akidahnya dan masuk surga.
Adapun lelaki yang satunya, akhirnya meneruskan perjalanan. Namun naas baru berjalan beberapa puluh langkah, di tengah padang pasir dia digigit ular berbisa dan akhirnya mati. Namun, dia mati dalam keadaan musyrik (menyekutukan Allah). Dia masuk neraka karena menyekutukan Allah, dengan mempersembahkan seekor lalat pada berhala.”

Sumber: Ketika Cinta Berbuah Surga - Habiburrahman El-Shirazy
Hak Cipta : Allah ta'ala

Sumber kutipan:
http://al-waraq.blogspot.com/2013/05/masuk-surga-dan-masuk-neraka-karena.html?m=1

Jumat, 22 November 2013

Nasihat Untukku

Dakwatuna.com - Saat engkau ingin berontak akan kekurangan yang engkau dapatkan, tersenyumlah, berharaplah ia meringankan tanggung jawab yang akan engkau pikul di hadapan Rabbmu, kewajiban-kewajibanmu yang engkau lalaikan lebih dimaklumi-Nya, rasa syukurmu lebih berharga, kesabaranmu lebih berarti, dan cintamu pada-Nya lebih bernilai.

Cobalah agar engkau bisa memberi dalam keadaan sulit, menahan dalam keadaan berat, dan tersenyum dalam keadaan sakit. Mungkin ini teramat berat, membutuhkan latihan-latihan yang sulit, namun buah yang engkau dapat akan teramat manis.

Kesulitanmu membuatmu mengerti mahalnya nilai dari apa yang kau peroleh dengan susah payah. Seandainya engkau mendapatkannya dengan cuma-cuma, mungkin engkau tak mengerti harga yang terkandung di dalamnya, menjadikan engkau enggan menyimpannya, enggan merawatnya, bahkan akan engkau buang begitu saja.

Dari dosa dan khilaf yang kau lihat ada pada dirimu, barang kali dengannya engkau menjadi lebih ridha atas kepedihan yang menimpa. Noda yang membuatmu malu, menjadikan engkau lebih mudah untuk memaafkan, dengannya engkau lebih mengerti khilaf dan kesulitan yang dilakukan sesamamu, bahwa engkau juga pernah merasakan kesulitan serupa. Meski engkau juga merasa jijik dan menyesali kotoran ini, namun kesombongan dan keangkuhan menjadi enggan hinggap padamu.

Dari sisi kebaikanmu yang terkadang membuatmu takjub, barang kali karenanya cobaan ini datang, memaksamu untuk lebih bersimpuh di hadapan-Nya, untuk menyempurnakanmu, membersihkanmu lebih bersih, dan dengan itu akan mengangkat derajatmu. Hingga kelak engkau menghadap-Nya dalam keadaan yang terbaik.

Apakah engkau bisa menjamin, tanpa kepedihan ini pengharapanmu lebih bermakna, doa yang kau panjatkan lebih indah. Apakah engkau juga yakin kelapanganmu tak akan membuatmu lalai. Darinya engkau diberi kesempatan untuk menyempurnakan bekalmu yang belum memadai.

Kenikmatan yang meninggalkanmu, yang engkau sesali, bisa jadi ia mengalir ke ladang-ladang amalmu, menyuburkannya, buah yang engkau petik lebih banyak. Kekuranganmu dalam suatu hal, melebihkanmu pada hal lain.

Maka, tentang kepedihan yang menimpamu, jika engkau ukirkan pada kesabaranmu akan membuatnya lebih indah, jika engkau poleskan pada syukurmu akan membuatnya lebih berkilau, jika engkau kaitkan pada putus asamu ia akan semakin berat bebanmu, dan jika engkau tanam pada kemarahanmu ia akan menghempaskanmu.

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya baik baginya dan kebaikan itu tidak dimiliki kecuali oleh seorang mukmin. Apa bila ia mendapat kesenangan ia bersyukur dan itulah yang terbaik untuknya. Dan apabila mendapat musibah ia bersabar dan itulah yang terbaik untuknya.” (HR: Muslim)

Dan bukan hanya untuk dirimu, maukah engkau berbagi?

Ditulis oleh : Muhammad Fauzi

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/11/22/42537/nasihat-untukku/#ixzz2lOLCxlbo
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Minggu, 10 November 2013

MENGAMBIL HIKMAH, MENGUNTAI MAKNA


Setiap manusia hidup di dunia ini pasti memiliki masalah, yang berbeda kadarnya melainkan disesuaikan dengan batas kemampuannya. Saya lebih senang menyebutnya sebagai, ‘porsi bagian ujian-nya masing-masing’. Semakin tinggi pohon, tentu semakin kencang angin yang menerpanya. Begitu pula diri seorang yang beriman, semakin ia mencoba mendekati syurga, maka ujian yang dihadapkan kepadanya semakin berat. Karena syurga hanya tempat bagi orang-orang yang beriman, yang mampu melewati ujian hidup dengan bijaksana dan mengharap Ridho-Nya. Dan ‘saringan’ yang paling tepat bagi insan yang mendamba syurga adalah UJIAN demi UJIAN.

Cobaan itu akan selalu menimpa seorang mukmin dan mukminah, baik pada dirinya, pada anaknya, ataupun pada hartanya, sehingga ia bertemu dengan Allah tanpa dosa sedikitpun.” (HR Tirmidzi)

Mulai dari ujian yang berbentuk nikmat, agar kita tidak mudah lalai dari sikap syukur atas setiap nikmat sekecil apapun, hingga ujian berupa kesedihan, kelaparan, kehilangan, kemiskinan, dan lain-lain. Dan tidaklah Allah tetapkan sesuatu dengan sia-sia. Dan tugas kita sebagai manusia adalah BERPROSES dalam melewati ujian itu, dengan MENGAMBIL HIKMAH, MENGUNTAI MAKNA.

Seandainya manusia mengetahui bahwa nikmat Allah yang ada dalam musibah itu tidak lain seperti halnya nikmat Allah yang ada dalam kesenangan, niscaya hati dan lisannya akan selalu sibuk untuk mensyukurinya.” (Syifa al-Alil, 525)

Setiap manusia pasti diuji sesuai batas kemampuannya

Maha Besar Allah... Ia tidak akan memberikan ujian kepada hamba-Nya diluar batas kemampuan mereka. Makna yang terkandung didalamnya, menurut saya, setidaknya kita dituntut untuk selalu berpikir positif, dan berusaha untuk memperbesar kapasitas diri dalam mengatasi masalah.

Allah Ta’ala berkata:

﴿أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ﴾ [آل عمران: 142].

Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk jannah, padahal belum dinyatakan Allah orang-orang yang berjihad diantara kalian dan belum dinyatakan pula orang-orang yang sabar”. (Ali Imron: 142).

تُرْجَعُونَ وَإِلَيْنَا فِتْنَةً وَالْخَيْرِ بِالشَّرِّ وَنَبْلُوكُمْ الْمَوْتِ ذَائِقَةُ نَفْسٍ كُلُّ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya: 35)

Allah Ta’ala tidak akan membiarkan seorangpun di muka bumi ini yang mengaku-ngaku sebagai pemeluk agama islam melainkan Allah Ta’ala akan mengujinya, Allah Ta’ala berkata:

﴿الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آَمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3)﴾ [العنكبوت: 1-4].

Alif laam miim, apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. (Al-Ankabut: 1-3).

Batas kemampuan setiap manusia dalam menerima ujian memang berbeda dan tidak bisa dibanding-bandingkan. Namun hal yang perlu kita ingat adalah, hadiah yang menanti diujung sana yang telah Allah janjikan itu tidak main-main, yaitu syurga... Kuncinya sudah diajarkan oleh Allah, yaitu sabar dan tawakal. Mudah diucap ya sepertinya? Tapi tidak bagi mereka yang mencoba menjalani sabar dan tawakal itu sendiri. Sabar berarti menahan dan mencegah. Sedang tawakal bermakna menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan segala urusannya hanya kepada Allah SWT. 

pembahasan mengenai sabar dan tawakal ini sendiri sejatinya panjang, sila disimak di

Menghadapi ujian memang tidak semudah lari dari kenyataan. Maka kesabaran dan kemampuan mengambil hikmah hanya diberikan kepada mereka yang benar-benar bersungguh meraih hidayah Allah ta’ala. Dan ketika seorang mukmin yang sedang diuji tadi mampu menjadikan Allah ta’ala sebagai tujuan, ujian sebesar apapun akan tersemat indah dalam dirinya. Karena ia bertumbuh, tidak mengurangi kesyukuran, melainkan menambah kesabaran.

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ عجب. مَا يَقْضِي اللهُ لَهُ مِنْ قَضَاءٍ إِلاَ كَانَ خَيْرًا لَهُ, إِِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan  keadaan seorang mukmin. Segala keadaan yang dialaminya sangat menakjubkan. Setiap takdir yang ditetapkan Allah bagi dirinya merupakan kebaikan. Apabila dia mengalami kebaikan, dia bersyukur, dan hal itu merupakan kebaikan baginya. Dan apabila dia tertimpa keburukan, maka dia bersabar dan hal itu merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim no.2999, dari sahabat Shuhaib)

Seorang mukmin hendaknya yakin bahwa apa yang ditakdirkan Allah Ta’ala niscaya akan menimpanya dan tidak meleset sedikitpun. Sedangkan apa yang tidak ditakdirkan oleh-Nya pasti tidak akan menimpanya. Allah Ta’ala berfirman yang artinya :

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikan itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”(Al Hadid: 22-23)

Menyikapi ujian

Allah lebih menyukai hamba yang kuat daripada yang lemah. Kalimat barusan adalah nasihat salah satu sahabat kepada saya saat saya mengalami ujian terberat dalam hidup. Kalimat itu terus terngiang dan menjadi motivator besar bagi saya untuk tetap kuat dan bertahan menghadapi apa yang menghadang didepan. Kekeliruan dalam menyikapi ujian mungkin saja terjadi pada kita. Namun pada setiap kesalahan, selalu ada kesempatan untuk melakukan perbaikan. Terus belajar memahami agama, kuatkan tekad untuk berubah ke arah yang lebih baik.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

"Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun masing-masing ada kebaikan. Semangatlah meraih apa yang manfaat untukmu dan mohonlah pertolongan kepada Allah, dan jangan bersikap lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah janganlah mengatakan, "Seandainya aku berbuat begini dan begitu, niscaya hasilnya akan lain." Akan tetapi katakanlah, "Allah telah mentakdirkannya, dan apa yang Dia kehendaki Dia Perbuat." Sebab, mengandai-andai itu membuka pintu setan." (HR. Muslim)

Jadikan ujian sebagai pembersih, Gali hikmah sebanyak-banyaknya

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:

«مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ، وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمِّ، وَلاَ حُزْنٍ، وَلاَ أَذًى، وَلاَ غَمِّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا؛ إِلاَّ كَفَّرَ الله بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ»..

Tidaklah ditimpakan kepada seseorang yang memeluk agama Islamberupa penderitaan (keletihan), penyakit, kesusahan, kesedihan dan gangguan serta kepedihan sampai-sampai duri yang tertusuk padanya melainkan itu adalah pembersih (penghapus) dosa-dosanya”. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Sahabatku, Allah SWT adalah Dzat Yang Tidak Pernah Menyalahi Janji-Nya. Maka apabila Ia telah tetapkan ujian dan musibah sebagai pembersih diri, berarti benarlah adanya. Namun fungsi musibah dan cobaan sebagai pembersih diri ini tidak terjadi begitu saja. Ia butuh kerja keras dan konsistensi untuk dapat diraih. IMHO, ada beberapa jalan yang dapat kita tempuh agar ujian yang menempa kita dapat menjadi penebus dosa dan penghapus kesalahan. Salah satu diantaranya adalah dengan mengingat kesalahan masa lalu. Jadikan diri kita pandai menghisab diri sendiri, sebelum datang hari perhitungan yang berat. Manusia yang pandai menginsyafi kesalahan, akan terangkat derajatnya dimata Allah, walau hinaan dan cercaan manusia menimpanya. Kepandapaian menginsyafi kesalahan sendiri ini dapat pula menjadi ‘rem’ bagi kita, agar tidak terus mencari-cari kesalahan orang lain, bahkan kepada mereka yang telah menyakiti kita.

Hal kedua yang dapat kita lakukan untuk menghibur diri kala tertimpa musibah adalah dengan terus berpikir positif dan mencari hikmah yang tersembunyi. Disetiap kesulitan, pasti Allah sertakan kemudahan bersamanya. Hanya saja sedikit orang yang mampu melihatnya, kebanyakan terpaku pada masalah yang ada dan berfokus pada rasa sakitnya.

Terkadang, hikmah dibalik musibah tidak datang sesaat setelah musibah itu terjadi. Saya menganalogikannya sebagai kepingan puzzle. Bila dilihat kepingan per kepingan seperti tidak bermakna. Namun kelak ketika sudah tiba saatnya, baru akan terlihat gambar indah yang terdapat didalamnya. Kuncinya jangan berhenti untuk melihat sisi positif, terus bangun diri menjadi pribadi yang lebih baik, lebih bijak, dan lebih arif. Ini keterampilan kok, artinya bisa dipelajari dengan menempa diri pada setiap episode kehidupan. Ketika kita sudah mampu mengambil potongan hikmah dari musibah yang dialami, insya Allah kita akan mampu menguntai makna yang jauh lebih besar. :)

Diambil dari berbagai sumber
foto : http://anawahidah.blogspot.com/2012/10/ada-hikmah-yang-berlaku.html

Jumat, 08 November 2013

Etika Menulis di Internet (terutama pencantuman copyrights)



Beuh, berat amat judulnya, neng. Macam apa aja, nulis kan hak setiap orang, pake diatur-atur segala. Hehe, jangan sewot dulu... Kenapa saya mengangkat topik diatas dalam blog ini? Karena setiap perilaku harus ada dasar hukumnya yang jelas, baik itu hukum agama, hukum negara, maupun hukum tidak tertulis seperti norma dan ETIKA. Hidup ini membutuhkan rules/ aturan agar setiap orang tidak bisa bertindak semena-mena. Bisa bayangin kan kalo setiap orang merasa bisa menulis apapun di internet yang bisa dibaca oleh siapapun? Contoh simple-nya aja baru-baru ini ada kasus pemuda bunuh diri cuma gara-gara di-bully di twitter. Belum lagi tulisan-tulisan bernada provokatif yang memicu konflik antar kelompok.

Bagian judul yang saya beri tanda kurung tidak kalah pentingnya. Misal nih, kita bisa dibilang jago masak, dan seneng share hasil masakan dan resep kita di blog/ website pribadi. Tetiba, ada website atau blog lain yg nampilin foto hasil masakan kita tanpa mencantumkan sumbernya, bahkan diakuinya sebagai hasil masakannya. Gondok bukan main kan? Yang cape masak dan foto siapa, yang ngaku-ngaku siapa.

Begitu juga dengan tulisan alias hasil pemikiran. Walau bentuknya abstrak dan ga ada dasar hukum yang jelas tentang siapa yang pertama kali membuat artikel, namun tetap saja gondok bila hasil pemikiran kita diakui oleh orang lain bukan? Dalam setiap pembuatan karya tulis ilmiah apapun, hukumnya WAJIB mencantumkan sumber pustaka. Begitu juga dengan internet. Walau penegakkan UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik) di Indonesia tentang Hak Kekayaan Intelektual belum ketat, namun seyogyanya hal tersebut kita kembalikan lagi ke diri kita sendiri. Sebuah tulisan/ artikel yang ditulis sesorang merupakan buah pikirnya. Buah pikir tersebut bukannya lahir begitu saja, ia melalui proses panjang dan personal, yaitu pengalaman hidupnya sendiri. 

Terus, apa nggak boleh suka sama sebuah artikel terus kita sebarluaskan di dunia maya? Ya tentu saja boleh, boleh pake banget, selama hal tersebut positif dan bisa menularkan semangat baik pada orang lain yang membacanya. Namun alasan itu tetap tidak boleh membuat kita menafikkan etikanya. Hargailah proses yang dilalui orang tersebut sampai bisa menuliskan sebuah artikel yang menyentuh hati dan membangkitkan semangat, dengan mencantumkan sumber asli tulisan itu. Dengan menghargai hak orang lain, tentu orang lain pun akan menghargai kita. Tak perlu malu apabila kita belum bisa membuat sendiri tulisan sebagus dan semenarik artikel yang kita share. Tapi paling tidak kita mencoba untuk menghormati buah pikir dan proses yang dilalui orang tersebut. 

Nah. kalau mau tahu apa saja sih etika menulis di blog? Sila di-klik link berikut ini

http://www.pikiran-rakyat.com/node/150392

Bersama kita belajar saling menghormati di dunia nyata maupun maya.
Selamat menulis, terus berkarya, dan semangat berbagi! ^_^

Kamis, 07 November 2013

Mengejar Jodoh

Jodoh, jodoh dan jodoh. Selalu banyak cerita dan kata yang terucap dan tertulis untuk memaknai atau mengartikan maksud dari kata yang berjumlah 5 huruf itu. Mulai dari cerita penantian, pertemuan, perpisahan, kisah menyenangkan atau pun kisah sedih yang mengiringi kata “jodoh” tersebut. Dan tiap orang memiliki cerita dan kata-katanya sendiri yang bisa jadi akan berbeda antara satu dan lainnya.
Seperti halnya dengan sebuah tweet dari user @Ririizkah pada Selasa malam tanggal 5 November 2013 yang berbunyi : “Ga perlu cape-cape ngejar jodoh, magnet perjodohan Allah lebih kuat :)”. Tweet itu menarik perhatian saya karena berhubungan dengan jodoh, namun ada hal yang saya rasa kurang tepat pada kata “Ga perlu cape –cape ngejar jodoh”.
Saya merasa ke-kurang tepat-an kata itu disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :
  1. Adanya hukum kausalitas atau hukum sebab akibat yang berlaku di bumi. Seperti halnya peribahasa “ada asap maka ada api” yang menjadi salah satu contoh hukum kausalitas itu. Begitu pula dengan jodoh, dahulu sempat ada anekdot yang berkata “Jodoh itu di tangan Tuhan, tapi kalau ga diambil-ambil ya tetep aja di tangan Tuhan dan tak berpindah.”.
  2. Jodoh itu sama halnya seperti rezeki yang perlu diusahakan keberadaannya, jodoh dan rezeki bukanlah hal yang akan tiba-tiba turun dari langit tanpa usaha. Bahkan untuk hujan yang menjadi rahmat (rezeki) bagi alam semesta sekalipun perlu usaha bagi air untuk sampai ke langit lalu bergumpal jadi awan dan kembali turun ke bumi. Inilah alasannya kenapa kita perlu usaha atau ikhtiar untuk menjemput rezeki dan jodoh itu agar sampai ke tangan kita.
  3. Memang benar jika Allah itu memiliki magnet perjodohan yang kuat, sehingga jika Allah berkata jodoh, maka berjodohlah. Namun seperti yang pernah saya sampaikan sebelumnya di postingan yang berjudul “Jodoh dan Taqdir”, ada area yang bisa kita lakukan untuk menciptakan jodoh yang diinginkan lewat kriteria-kriteria yang kita buat dan kepantasan diri yang kita lakukan untuk mendapatkannya.
  4. Seorang lelaki memiliki naluri untuk bergerak menjemput jodohnya, berbeda dengan wanita yang bernaluri untuk menunggu dan menerima pinangan dari jodohnya, maka saya sebagai lelaki memang diusahakan untuk bergerak menjemput jodoh dan saya pun lebih suka menggunakan kata menjemput daripada kata mengejar. Dengan kata menjemput, saya sebagai lelaki yang bergerak menuju wanita yang menunggu di suatu tempat dan waktu maka kemungkinan untuk bertemunya sangat tinggi. Namun jika menggunakan kata mengejar, maka kedua belah pihak ada dalam posisi sama-sama bergerak. Diibaratkan seperti dua buah motor yang saling berkejaran, jika motor yang mengejar kecepatannya lebih tinggi dari motor yang dikejar, maka mereka akan bertemu. Tapi jika sebaliknya, jika motor yang mengejar tak memiliki kecepatan maka motor yang di depan tidak akan pernah terkejar. Begitu pula halnya dalam jodoh.
  5. Ga perlu cape-cape ngejar jodoh”. Mengejar, menjemput atau menunggu jodoh adalah sebuah proses atau perbuatan yang dilakukan untuk membuat jodoh untuk datang ke tangan kita. Lelah ataupun cape adalah sebuah resiko yang harus dibayar dalam usaha itu, namun jika kita menikmati proses itu tanpa keluhan dan gerutuan, maka rasa lelah dan cape itu akan terbayar dengan rasa puas dan manisnya kemenangan. Seperti sebuah bagian syair yang dikatakan oleh Imam Syafi’i, “Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.”.
Novel Negeri 5 Menara dan Ranah 3 Warna, bang A. Fuadi sebagai penulis punya mantra yang sangat mengguncang Indonesia beberapa tahun yang lalu, yaitu mantra Man Jadda Wajada yang memiliki “arti siapa yang bersungguh-sungguh maka akan berhasil” menyuruh kita untuk berikhtiar semaksimal mungkin dalam hal apapun. Namun, tak selamanya hukum sebab akibat berlaku dan langsung terjadi, kadang kita harus berhadapan dengan masalah atau hal-hal lain yang akan membuat kita lelah untuk berusaha, maka oleh karena itu perlu mantra “Man Shabara Zhafira” (Siapa yang bersabar, dia akan beruntung.).
Dalam perjodohan pun sama, tak selamanya kita mendapatkan sosok jodoh seperti yang diinginkan seperti yang kita buat lewat kriteria-kriteria kita. Jika hal itu terjadi, mantra Man Shabara Zhafira akan menjadi penawar bagi kita, namun sabar sendiri bukanlah hanya berdiam diri dan tak melakukan apapun. Dalam kesabaran itu ada usaha yang harus kita lakukan untuk bertahan dalam hempasan ujian.
Keinginan hati itu adalah berjodoh dengan seseorang yang diidam-idamkan. Tak ada yang akan menyangkal keinginan itu, seperti kata Afgan Syahreza dalam lagunya Jodoh Pasti Bertemu yang bermakna keinginan untuk berjodoh dengan seseorang yang diinginkan. Coba lihat teks syair lagunya seperti yang terdapat di bawah ini :
Jika aku bukan jalanmu
Ku berhenti mengharapkanmu
Jika aku memang tercipta untukmu
Ku kan memilikimu
Jodoh pasti bertemu
Yang terakhir ingin saya sampaikan dalam postingan ini adalah bahwa tugas kita dalam penjemputan jodoh hanyalah sekedar berusaha dan menikmati prosesnya saja. Jika hasil yang didapatkan adalah jodoh yang tepat dan sesuai dengan kriteria yang diinginkan bahkan orang tersebut adalah orang yang pernah kita sukai sebelumnya, maka bersyukurlah karena Allah mengabulkan do’a kita. Namun jika ternyata yang datang jauh dari harapan dan keinginan, maka bersabarlah. Sesungguhnya akan ada rahasia hebat yang akan kita temukan ke depannya.
Wallahu a’lam bishshawwab.
@arai_ibnusalman

postingan ini diambil dari sebuah web yg dituliskan oleh