Setiap manusia hidup di dunia ini pasti memiliki masalah,
yang berbeda kadarnya melainkan disesuaikan dengan batas kemampuannya. Saya
lebih senang menyebutnya sebagai, ‘porsi bagian ujian-nya masing-masing’.
Semakin tinggi pohon, tentu semakin kencang angin yang menerpanya. Begitu pula
diri seorang yang beriman, semakin ia mencoba mendekati syurga, maka ujian yang
dihadapkan kepadanya semakin berat. Karena syurga hanya tempat bagi orang-orang
yang beriman, yang mampu melewati ujian hidup dengan bijaksana dan mengharap
Ridho-Nya. Dan ‘saringan’ yang paling tepat bagi insan yang mendamba syurga
adalah UJIAN demi UJIAN.
“Cobaan itu akan
selalu menimpa seorang mukmin dan mukminah, baik pada dirinya, pada anaknya,
ataupun pada hartanya, sehingga ia bertemu dengan Allah tanpa dosa sedikitpun.”
(HR Tirmidzi)
Mulai dari ujian yang berbentuk nikmat, agar kita tidak
mudah lalai dari sikap syukur atas setiap nikmat sekecil apapun, hingga ujian
berupa kesedihan, kelaparan, kehilangan, kemiskinan, dan lain-lain. Dan tidaklah
Allah tetapkan sesuatu dengan sia-sia. Dan tugas kita sebagai manusia adalah
BERPROSES dalam melewati ujian itu, dengan MENGAMBIL HIKMAH, MENGUNTAI MAKNA.
“Seandainya manusia
mengetahui bahwa nikmat Allah yang ada dalam musibah itu tidak lain seperti
halnya nikmat Allah yang ada dalam kesenangan, niscaya hati dan lisannya akan
selalu sibuk untuk mensyukurinya.” (Syifa al-Alil, 525)
Setiap manusia pasti
diuji sesuai batas kemampuannya
Maha Besar Allah... Ia
tidak akan memberikan ujian kepada hamba-Nya diluar batas kemampuan mereka.
Makna yang terkandung didalamnya, menurut saya, setidaknya kita dituntut untuk
selalu berpikir positif, dan berusaha untuk memperbesar kapasitas diri dalam
mengatasi masalah.
Allah Ta’ala berkata:
﴿أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللهُ
الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ﴾ [آل عمران: 142].
“Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk jannah, padahal belum
dinyatakan Allah orang-orang yang berjihad diantara kalian dan belum dinyatakan
pula orang-orang yang sabar”. (Ali Imron: 142).
تُرْجَعُونَ وَإِلَيْنَا فِتْنَةً وَالْخَيْرِ بِالشَّرِّ
وَنَبْلُوكُمْ الْمَوْتِ ذَائِقَةُ نَفْسٍ كُلُّ
“Tiap-tiap yang berjiwa
akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan
sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan.”
(QS. Al-Anbiya: 35)
Allah Ta’ala tidak akan
membiarkan seorangpun di muka bumi ini yang mengaku-ngaku sebagai pemeluk agama
islam melainkan Allah Ta’ala akan mengujinya, Allah Ta’ala berkata:
﴿الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آَمَنَّا وَهُمْ
لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ
اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3)﴾ [العنكبوت: 1-4].
“Alif laam miim, apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan
(saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan
sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta”. (Al-Ankabut: 1-3).
Batas kemampuan setiap manusia dalam menerima ujian memang
berbeda dan tidak bisa dibanding-bandingkan. Namun hal yang perlu kita ingat
adalah, hadiah yang menanti diujung sana yang telah Allah janjikan itu tidak
main-main, yaitu syurga... Kuncinya sudah diajarkan oleh Allah, yaitu sabar dan
tawakal. Mudah diucap ya sepertinya? Tapi tidak bagi mereka yang mencoba
menjalani sabar dan tawakal itu sendiri. Sabar berarti menahan dan mencegah.
Sedang tawakal bermakna menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan segala
urusannya hanya kepada Allah SWT.
pembahasan mengenai sabar dan tawakal ini sendiri sejatinya
panjang, sila disimak di
Menghadapi ujian memang tidak semudah lari dari kenyataan.
Maka kesabaran dan kemampuan mengambil hikmah hanya diberikan kepada mereka
yang benar-benar bersungguh meraih hidayah Allah ta’ala. Dan ketika seorang
mukmin yang sedang diuji tadi mampu menjadikan Allah ta’ala sebagai tujuan,
ujian sebesar apapun akan tersemat indah dalam dirinya. Karena ia bertumbuh,
tidak mengurangi kesyukuran, melainkan menambah kesabaran.
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ عجب. مَا
يَقْضِي اللهُ لَهُ مِنْ قَضَاءٍ إِلاَ كَانَ خَيْرًا لَهُ, إِِنْ أَصَابَتْهُ
سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ
خَيْرًا لَهُ
“Sungguh
menakjubkan keadaan seorang mukmin. Segala keadaan yang dialaminya sangat
menakjubkan. Setiap takdir yang ditetapkan Allah bagi dirinya merupakan
kebaikan. Apabila dia mengalami kebaikan, dia bersyukur, dan hal itu merupakan
kebaikan baginya. Dan apabila dia tertimpa keburukan, maka dia bersabar dan hal
itu merupakan kebaikan baginya.”
(HR. Muslim no.2999, dari sahabat Shuhaib)
Seorang mukmin hendaknya
yakin bahwa apa yang ditakdirkan Allah Ta’ala
niscaya akan menimpanya dan tidak meleset sedikitpun. Sedangkan apa yang tidak
ditakdirkan oleh-Nya pasti tidak akan menimpanya. Allah Ta’ala berfirman yang
artinya :
“Tiada suatu bencana
pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah
tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikan itu)
supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya
kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”(Al Hadid: 22-23)
Menyikapi ujian
Allah lebih menyukai hamba yang kuat daripada yang lemah.
Kalimat barusan adalah nasihat salah satu sahabat kepada saya saat saya
mengalami ujian terberat dalam hidup. Kalimat itu terus terngiang dan menjadi
motivator besar bagi saya untuk tetap kuat dan bertahan menghadapi apa yang
menghadang didepan. Kekeliruan dalam menyikapi ujian mungkin saja terjadi pada
kita. Namun pada setiap kesalahan, selalu ada kesempatan untuk melakukan
perbaikan. Terus belajar memahami agama, kuatkan tekad untuk berubah ke arah
yang lebih baik.
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah Radhiyallahu
'Anhu, Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
الْمُؤْمِنُ
الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى
كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ
وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا.
وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ
الشَّيْطَانِ
"Mukmin yang kuat lebih baik dan
lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun masing-masing ada
kebaikan. Semangatlah meraih apa yang manfaat untukmu dan mohonlah pertolongan
kepada Allah, dan jangan bersikap lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah janganlah
mengatakan, "Seandainya aku berbuat begini dan begitu, niscaya hasilnya
akan lain." Akan tetapi katakanlah, "Allah telah mentakdirkannya, dan
apa yang Dia kehendaki Dia Perbuat." Sebab, mengandai-andai itu membuka
pintu setan." (HR. Muslim)
Jadikan ujian
sebagai pembersih, Gali hikmah sebanyak-banyaknya
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam berkata:
«مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ، وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمِّ، وَلاَ
حُزْنٍ، وَلاَ أَذًى، وَلاَ غَمِّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا؛ إِلاَّ كَفَّرَ
الله بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ»..
“Tidaklah ditimpakan kepada seseorang yang memeluk agama Islamberupa
penderitaan (keletihan), penyakit, kesusahan, kesedihan dan gangguan serta
kepedihan sampai-sampai duri yang tertusuk padanya melainkan itu adalah
pembersih (penghapus) dosa-dosanya”. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah).
Sahabatku,
Allah SWT adalah Dzat Yang Tidak Pernah Menyalahi Janji-Nya. Maka apabila Ia
telah tetapkan ujian dan musibah sebagai pembersih diri, berarti benarlah
adanya. Namun fungsi musibah dan cobaan sebagai pembersih diri ini tidak
terjadi begitu saja. Ia butuh kerja keras dan konsistensi untuk dapat diraih.
IMHO, ada beberapa jalan yang dapat kita tempuh agar ujian yang menempa kita
dapat menjadi penebus dosa dan penghapus kesalahan. Salah satu diantaranya
adalah dengan mengingat kesalahan masa lalu. Jadikan diri kita pandai menghisab
diri sendiri, sebelum datang hari perhitungan yang berat. Manusia yang pandai
menginsyafi kesalahan, akan terangkat derajatnya dimata Allah, walau hinaan dan
cercaan manusia menimpanya. Kepandapaian menginsyafi kesalahan sendiri ini
dapat pula menjadi ‘rem’ bagi kita, agar tidak terus mencari-cari kesalahan
orang lain, bahkan kepada mereka yang telah menyakiti kita.
Hal
kedua yang dapat kita lakukan untuk menghibur diri kala tertimpa musibah adalah
dengan terus berpikir positif dan mencari hikmah yang tersembunyi. Disetiap
kesulitan, pasti Allah sertakan kemudahan bersamanya. Hanya saja sedikit orang
yang mampu melihatnya, kebanyakan terpaku pada masalah yang ada dan berfokus
pada rasa sakitnya.
Terkadang,
hikmah dibalik musibah tidak datang sesaat setelah musibah itu terjadi. Saya
menganalogikannya sebagai kepingan puzzle. Bila dilihat kepingan per kepingan
seperti tidak bermakna. Namun kelak ketika sudah tiba saatnya, baru akan
terlihat gambar indah yang terdapat didalamnya. Kuncinya jangan berhenti untuk
melihat sisi positif, terus bangun diri menjadi pribadi yang lebih baik, lebih
bijak, dan lebih arif. Ini keterampilan kok, artinya bisa dipelajari dengan menempa
diri pada setiap episode kehidupan. Ketika kita sudah mampu mengambil potongan
hikmah dari musibah yang dialami, insya Allah kita akan mampu menguntai makna
yang jauh lebih besar. :)
Diambil dari berbagai sumber
foto : http://anawahidah.blogspot.com/2012/10/ada-hikmah-yang-berlaku.html